Pengarang: John Green
Tanggal Terbit: Desember 2012
Penerbit: Qanita
Goodreads
Ringkasan dari Goodreads:
Mengidap kanker pada umur 16 tahun pastilah terasa sebagai nasib sial, seolah bintang-bintang serta takdirlah yang patut disalahkan. Itulah yang dialami oleh Hazel Grace. Sudah begitu, ibunya terus memaksanya bergabung dengan kelompok penyemangat penderita kanker. Padahal, Hazel malas sekali.
Tapi, kelompok itu toh tak buruk-buruk amat. Di sana ada pasien bernama Augustus Waters. Cowok cakep, pintar, yang naksir Hazel dan menawarinya pergi ke Amsterdam untuk bertemu penulis pujaannya. Bersama Augustus, Hazel mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan tak terlupakan.
Tetap saja, rasa nyeri selalu menuntut untuk dirasakan, seperti halnya kepedihan. Bisakah Augustus dan Hazel tetap optimistis menghadapi penyakit mereka, meskipun waktu yang mereka miliki semakin sedikit setiap harinya?
Novel ini membawa kita ke dunia para karakternya, yang sanggup menghadapi kesulitan dengan humor-humor dan kecerdasan. Di balik semua itu, terdapat renungan mengenai berharganya hidup dan bagaimana kita harus melewatinya.
The Fault in Our Stars adalah salah satu buku favorit saya di tahun 2012, karena itu saya sangat gembira ketika Qanita memutuskan menerjemahkan buku ini. Satu-satunya hal yang mengecewakan bagi saya adalah cover buku yang sangat kekanak-kanakan. Cover buku yaitu seorang gadis berambut panjang dengan anjing yang menatap bintang terasa sangat random, karena: 1. Hazel yang menderita kanker tidak mungkin punya rambut panjang, duh! 2. tidak ada anjing dalam cerita, dan 3. tidak ada stargazing moment dalam cerita.
Terlepas dari cover edisi Indonesia yang sangat random, saya sangat menyukai The Fault in Our Stars. Kisah cinta Hazel Grace dan Augustus Waters sangat indah, brilian, dan dipastikan akan membuat siapapun yang memiliki hati menangis membacanya. Buku ini begitu luar biasa dan yang saya inginkan ketika selesai membacanya hanyalah memeluk buku ini untuk kira-kira, yah, tiga jam. Tiga jam yang panjang dan berminggu-minggu meditasi untuk menenangkan diri saya dan membuat saya sadar bahwa dunia masih berputar seperti biasa. Maaf, jadi sedikit hiperbola.
The Fault in Our Stars - Salahkan Bintang-Bintang dimulai dengan Hazel Grace, sang tokoh utama yang menderita kanker thyroid. Ketika Hazel bertemu dengan Augustus di kelompok penyemangat penderita kanker, seketika muncul ketertarikan instan di antara mereka. Salah satu hal favorit saya di buku ini adalah ceritanya berjalan mau ke depan tanpa satu pun momen flashback. Seakan-akan hidup Hazel dimulai persis ketika ia bertemu Augustus. Dan saya percaya bahwa hal yang sama juga dialami Augustus. Sangat berbeda namun begitu mirip, saya sangat menyukai interaksi antara Hazel dan Augustus. Sangat menarik melihat betapa sinis Hazel terkadang, dan betapa ceria Augustus selalu. Mereka jelas-jelas ditakdirkan bersama, dan tanpa menyadarinya, saya sudah terlalu terikat dengan karakter-karakter di buku ini.
Peristiwa-peristiwa di buku ini, seperti ketika Hazel dan Augustus pergi ke Belanda, bertemu penulis favorit Hazel (Peter Van Houten, oh how much I hate you), maupun ketika Augustus mengalami momen breakdown, ditulis dengan sangat apik dan membongkar lebih banyak lagi lapisan dalam diri karakter-karakter di buku ini. Ini adalah buku yang sangat romantis, dan bahkan John Green sendiri mengakui bahwa The Fault in Our Stars adalah buku paling romantis yang pernah ia tulis. Hazel dan Augustus adalah pasangan yang indah, dan berdua mereka seakan melengkapi satu sama lain.
Pada akhirnya, satu-satunya yang bisa saya katakan hanyalah: BACA BUKU INI. The Fault in Our Stars memberikan definisi baru pada ‘fiksi tentang karakter yang menderita kanker’ bagi saya. The Fault in Our Stars bukan hanya berisi cerita sedih, namun juga filosofi hidup, persahabatan, dan cinta sekali seumur hidup. Ini adalah buku yang akan selalu saya ingat.
5 butterflies!
Salah satu buku terbaik yang pernah saya baca. LOVE it.